Halaman

Sabtu, 12 Juni 2010

Qum 490 tgl 28 Jumadil Tsani 1431 H/ 11 Juni 2010 M


BID’AH DAN KHILAFIYAH


عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ - وَهَذَا حَدِيثُ أَبِى بَكْرٍ - قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلاَةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلاَةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ. فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ. فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ ». (رواه مسلم وابو داود والترمذي)


Artinya: Orang pertama yang mendahulukna khutbah sebelum Shalat pada hari Raya adalah Marwan (bin Hakam, red). Ketika itu berdirilah seorang laki-laki lalu berkata: “Shalat dulu sebelum khutbah”. Marwan berkata: “Itu telah ditinggalkan”. Maka Abu Sa’id Al Khudri berkata: “Orang ini telah melaksanakan apa yang pernah aku dengar Rasulullah SAW mengatakannya: “Barangsiapa melihat kemunkaran hendaklah merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu hendaklah ia merubahnya dengan lisannya dan jika tidak mampu hendaklah merubahnya dengan hatinya dan itu merupakan selemah-lemah iman” (HR Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzi)


أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ : صَلَّى مُعَاوِيَةُ بِالْمَدِينَةِ صَلاَةً فَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَرَأَ ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) لأُمِّ الْقُرْآنِ ، وَلَمْ يَقْرَأْ بِهَا لِلسُّورَةِ الَّتِى بَعْدَهَا حَتَّى قَضَى تِلْكَ الْقِرَاءَةَ ، وَلَمْ يُكَبِّرْ حِينَ يَهْوِى حَتَّى قَضَى تِلْكَ الصَّلاَةَ ، فَلَمَّا سَلَّمَ نَادَاهُ مَنْ شَهِدَ ذَلِكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ : يَا مُعَاوِيَةُ أَسَرَقْتَ الصَّلاَةَ أَمْ نَسِيتَ؟ فَلَمَّا صَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ قَرَأَ ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) لِلسُّورَةِ الَّتِى بَعْدَ أُمِّ الْقُرْآنِ وَكَبَّرَ حِينَ يَهْوِى سَاجِدًا. (رواه الحاكم والبيهقي والدار قطني)


Artinya: Anas bin Malik berkata: Suatu kali Mu’awiyah menunaikan Shalat dengan menjaharkan bacaan. Ia membaca Bismillahirrahmanirrahim untuk Al Fatihah tetapi tidak membacanya untuk surat sesudahnya hingga selesai bacaan itu dan tidak bertakbir ketika turun (menuju sujud, pen) hingga usai shalat. Ketika salam orang-orang dari kalangan Muhajirin yang menyaksikannya menegurnya dari berbagai arah:“Hai Mu’awiyah, anda ini mencuri Shalat ataukah lupa?”. Semenjak saat itu Mu’awiyah selalu membaca Basmalah untuk surat setelah Al Fatihah dan bertakbir ketika turun hendak sujud. (HR Al Hakim, Al Baihaqi dan Ad Daruquthni).


Di mata para sahabat Rasulullah SAW, kedua masalah di atas bukanlah masalah ijtihadiyah yang harus disikapi dengan saling menghargai dan menghormati. Mengerjakan Shalat sebelum Khutbah adalah urutan yang telah baku dan tidak pernah berubah semenjak masa Rasulullah SAW hingga para Khalifahnya. Oleh karena itu ketika Marwan bin Al Hakam salah seorang tokoh Bani Umayyah menukarnya dengan mendahulukan khutbah, para sahabat pun serempak menegurnya karena jelas hal tersebut merupakan bid’ah.


Demikian pula – sepengetahuan para sahabat Nabi SAW – membaca Basmalah ketika Shalat itu selalu dilakukan Rasulullah SAW baik bersama Al Fatihah maupun setelah Al Fatihah sebelum sebagaimana juga takbir menjelang sujud. Oleh karena itu ketika mereka menyaksikan Mu’awiyah yang juga tokoh Bani Umayyah tidak membacanya, mereka ramai-ramai memprotesnya karena menghilangkan Basmalah setelah Al Fatihah dan meninggalkan takbir ketika hendak ruku’ adalah perkara bid’ah. Lain halnya dalam masalah-masalah Khilafiyah, mereka lapang dada, saling menghargai pendapat dan tetap berjalan pada ijtihadnya sendiri-sendiri. Tetapi seiring kemajuan manusia dalam bidang kebodohan dan semakin merajalelanya sifat angkuh, sikap manusia berubah. Mereka yang baru mengenal ajaran Agama pada sebagian kecilnya – atau hanya mengenal Agama dari alirannya saja – dengan serta merta melontarkan kata bid’ah, sesat dan menyesatkan kepada kaum Muslimin lainnya. Tak banyak di antara mereka yang memahami keadaan ini padahal tidak sedikit di antara anak-anaknya yang terjerumus ke jurang berbahaya berupa perasaan benar sendiri. Hasbunallah


H. Syarif Rahmat RA



OBAT GUNDAH


Pertanyaan: “Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb. pak Kyai saya mo nanya. Bagaimana cara mengobati hati yang sedang gundah? Adakah Dzikirannya agar selalu ingat kepada Allah?. Terimakasih atas jawaban yang diberikan”. (021997769xx)

Jawaban: Gundah gulana atau kesedihan atau dalam bahasa Arabnya Al Huzn adalah perasaan duka dalam hati akibat datangnya sesuatu yang tidak diharapkan atau tidak tercapainya sesuatu yang dihajatkan. Keadaan seperti ini biasa terjadi termasuk kepada para Nabi. Rasulullah SAW sendiri pernah mengalami di antaranya pada waktu wafatnya putera beliau Ibrahim.


Untuk menghilangkan gundah gulana ada beberapa yang kiat yang patut dilakukan antara lain:


Pertama, tanamkan keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak Allah yang bernilai ibadah dan berpahala bila orang rela menerimanya dengan lapang dada. Ingatkan hati kita bahwa mengeluhkan kebijakan Allah itu merupakan sikap yang tercela di hadapan Allah.


Kedua, sibukkan diri kita dengan pekerjaan bermanfaat yang dapat mengalihkan perhatian kita kepada masalah yang membebani hati.


Ketiga, lakukanlah shalat sunnat karena Rasulullah SAW bila dihadapkan pada hal-hal seperti itu segera melakukan Shalat. Disebutkan dalam sebuah Hadis:


عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ : كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى. (رواه ابو داود)


Artinya: “Rasulullah itu bila dirundung sesuatu segera menunaikan Shalat” (HR Abu Dawud).


Adapun di antara dzikir yang baik dibaca ketika dirundung duka adalah do’a Nabi Yunus AS:


لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (الانبياء:87)


Artinya: “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk ke dalam golongan orang-orang Zhalim” (Al Anbiya:87)


Atau sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW yaitu dengan memperbanyak bacaan berikut:


لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ


Artinya: Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Penyantun lagi Maha Agung. Tidak ada Tuhan selain Allah Tuhan Arasy yang mulia. Tidak ada Tuhan selain Allah Tuhan Arasy yang agung. Tidak ada Tuhan selain Allah Tuhan seluruh langit dan Tuhan bumi, Tuhan Arasy yang mulia” (HR Ahmad dan Muslim).


Atau dengan memperbanyak membaca Hauqalah. Dalam sebuah Hadis disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:


مَنْ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِ بنِعْمَةً فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنِ اسْتَبْطَأَ الرِّزْقَ فَلْيَسْتَغْفِرِ اللهَ وَمَنْ حَزَبَهُ أَمْرٌ فَلْيَقُلْ : لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ (رواه البيهقي في شعب الايمان)


Artinya: “Barangsiapa yang diberi kenikmatan oleh Allah hendaklah memuji Allah, siapa yang dibuat lamban rizkinya hendaklah memohon ampun kepada Allah dan siapa yang dirundung sesuatu hendaklah ia membaca La haula Wala Quwwata Illa Billah” (HR Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)


Masih banyak bentuk-bentuk bacaan yang lain namun ini saja mudah-mudahan mencukupi bila kita melakukannya secara istiqamah.


Agar kita dapat banyak mengingat Allah, memohonlah kepada-Nya kiranya Dia membukakan hati kita kecenderungan melakukannya dengan cara berdo’a sebagaimana dipesankan Rasulullah SAW:


عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ « يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ ».رواه احمد وابو داود والنسائي


Artinya: Mu’adz bin Jabal Menceritakan bahwa Rasulullah SAW memegang tangannya lalu bersabda: “Wahai Mu’adz, demi Allah sungguh aku mencintaimu, sungguh demi Allah aku mencintaimu. Aku berpesan kepadamu agar engkau jangan meninggalkan bacaan berikut setelah shalatmu: “Allahumma A’inni ....” (Ya Allah, tolonglah aku agar dapat selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan melakukan sebaik-baik penghambaan kepada-Mu” (HR Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa’i).


Demikian saudaraku, semoga kita semua diberi kemampuan untuk melaksanakannya dan Allah menerima segala pengabdian kita serta menempatkan kita bersama hamba-hamba-Nya yang mulia, Amin.


NAMA QUM


Pertanyaan: Assalamu ‘Alaikum. ‘Afwan, akh, ane sekedar pembaca Bulletin Qum. Sekedar pengen tahu, nama “QUM” diambil dari mana ya?. Atau maknanya apa? Jazakallah. (0857477276xx)


Jawaban: Wa’alaikumus salam Wr.Wb. Kata “QUM” berarti “bangkitlah” diambil dari firman Allah:


يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ .قُمْ فَأَنْذِرْ (المدثر:1-2)


Artinya: “Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan”. (Al Muddatstsir:1-2).


Terjemahan ayat tersebut telah kami cantumkan pada bagian bawah halaman pertama bulletin kita ini. Demikian saudaraku, semoga maklum adanya. Wa’iyyaka Jazakallah. Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar